Penguatan MPR dengan Mengamandemen UUD 

Penguatan MPR dengan Mengamandemen UUD 

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Untuk mengoptimalkan dan penguatan lembaga MPR adalah dengan memperkuat ruh MPR itu sendiri sehingga bisa menjadi lembaga negara yang lebih bermartabat dan dihormati. Untuk penguatan MPR itu, melalui amandemen konstitusi atau UUD dengan menambah kewenangannya.

Demikian mengemuka dalam diskusi Empat Pilar MPR bertema 'Optimalisasi Tugas dan Wewenang MPR', di Media Center, DPR/MPR/DPD, Jumat (21/6/2019) dengan pembicara  anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar Rambe Kamarulzaman, anggota MPR dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron dan Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago. 

Pangi Syarwi Chaniago menilai, fungsi dengan kewenangan MPR saat ini pasca Amandemen UUD 1945, sangat lemah. Meski salah fungsi MPR itu adalah memproses pemberhentian presiden, tapi yang lebih menentukan apakah presiden itu bisa diberhentikan atau tidak ada di tangan Mahkamah Konstitusi (MK). 


"Jadi untuk optimalisasi dan penguatan lembaga MPR adalah dengan memperkuat ruh MPR itu sendiri sehingga bisa menjadi lembaga negara yang lebih bermartabat dan dihormati," kata Ipang, begitu dia akrab disapa.  

Ruh semangat MPR sebetulnya kata Ipang, ada pada musyarawah dan mufakat. Seharusnya rekomendasi ke depan MPR jangan meninggalkan ruh musyawarah mufakat. Karena ruh musyawarah mufakat adalah ruhnya bangsa ini.

Menangapi apa yang disampaikan Ipang, anggota MPR dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron mengatakan berpendapat, optimalisasi tugas, wewenang, serta penguatan lembaga MPR ke depan tergantung pada konsensus anggota DPR, fraksi-fraksi di DPR, dan anggota DPD. Penguatan MPR bisa dilakukan melalui (revisi) UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD) atau dengan amandemen (perubahan) UUD. 

Jika dilakukan melalui amandemen UUD jelas Herman, maka tugas, fungsi dan kewenangan MPR itu bisa ditambah. Misalnya dengan menggelar sidang penyampaian pertanggungjawaban presiden yang akan berakhir masa jabatan.

"Presiden yang akan mengakhiri masa jabatannya menyampaikan laporan pertanggungjawab dihadapan MPR. Jika laporan presiden ditolak maka tidak boleh lagi mencalonkan diri untuk berikutnya. Tapi pemilihan presiden tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat melalui pemilu," jelas Herman Khaeron.

Bagi Herman Khaeron, MPR saat ini tetap sebagai lembaga yang memiliki wewenang tertinggi dibanding lembaga negara lainnya. Seperti kewenangan mengubah dan menetapkan UUD, melantik presiden dan wakil presiden. “Sidang Tahunan MPR merupakan bagian dari eksistensi MPR karena mewujudkan satu forum antara DPR dan DPD,” ujarnya. 

“Selain itu, tugas Sosialisasi Empat Pilar MPR merupakan tugas MPR untuk menjaga Indonesia berdasarkan Pancasila. Saat ini MPR sedang menggagas untuk mengembalikan garis-garis besar haluan negara,” lanjut Herman Khaeron yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR.

Dia menambahkan optimalisasi dan penguatan MPR ke depan tergantung pada konsensus yang ada di DPR. Penguatan khusus bisa diberikan kepada MPR diwujudkan dalam UU MD3. Salah satunya, memberikan kewenangan kepada MPR untuk merumuskan garis-garis besar haluan negara. “Dalam merumuskan kembali UU MD3, anggota DPR bisa memberikan kewenangan kepada MPR untuk menetapkan garis-garis besar haluan negara,” katanya.

Menurut Herman, fungsi dan tugas MPR masih bisa diperluas tidak hanya melaksanakan sidang tahunan (forum bersama DPR dan DPD) menjelang hari Kemerdekaan RI. “Penguatan itu diserahkan kepada konsensus anggota DPR nanti dan komitmen fraksi-fraksi di DPR untuk memperkuat dan memperkaya sehingga eksistensi MPR semakin diakui dan MPR bisa mengambil keputusan-keputusan yang strategis untuk bangsa Indonesia, seperti keputusan tentang garis-garis besar haluan negara,” paparnya.

Penguatan MPR juga bisa dilakukan dengan melakukan amandemen kelima UUD. “Apakah perubahan UUD ini akan memberikan kewenangan yang lebih kuat kepada MPR, tentu sekali lagi dikembalikan kepada anggota DPR/DPD dan konsensus fraksi-fraksi di DPR,” pungkasnya. 

Sementara itu, anggota MPR Rambe Kamarulzaman mengatakan penguatan kepada MPR bisa dilakukan tanpa mengubah UUD. Caranya, dengan merekomendasikan UU khusus tentang MPR sehingga MPR memiliki kewenangan, tugas, dan kewajiban yang jelas. Misalnya, aturan tentang jumlah pimpinan MPR. MPR pernah memiliki 11 pimpinan, kemudian berubah menjadi lima pimpinan, dan sekarang delapan pimpinan MPR. “Perlu ada UU khusus tentang MPR,” kata Rambe.

Soal lainnya, adalah perlunya Ketetapan MPR tentang pelantikan presiden dan wakil presiden. “Selama ini MPR hanya menjadi penonton, bukan melantik. Badan Pengkajian MPR sedang mengkaji perlunya Tap MPR tentang pelantikan pesiden,” ujar Rambe yang juga Pimpinan Badan Pengkajian MPR ini. 

Penguatan lain, lanjut Rambe, adalah kewenangan MPR untuk menafsirkan UUD. Sebab, MPR memiliki kewenangan mengubah dan menetapkan UUD. 

“Selain garis-garis besar haluan negara, MPR juga perlu juga memiliki kewenangan untuk menafsirkan UUD,” katanya. 

Reporter: Syafril Amir